Sudah lama ku mengenalnya. Kira kira 5 tahun yang lalu. Ketika aku
duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama. Sampai saat ini kita
satu kelas dan satu sekolahan. Pertemanan kita begitu baik, tak ada
pertengkaran selama 5 tahun itu. Karena kami saling mengerti satu sama
lain. Begitu dengan hal yang berkaitan dengan hati, dia selalu
senantiasa mendengarkan kata kataku, tangisanku, ocehanku dengan sabar.
Tak seperti pria yang dulu telah menghiasi hariku yang kini menghilang
entah kemana.
Riyan sahabatku itu sampai saat ini belum merasakan bagaimana rasanya
Jatuh Cinta. Dari cara ia berbicara, melihat, memegang wanita masih
terlalu polos. Tapi kurasa ia sangat pandai dalam hal itu walau ia tak
pernah merasakannya. Caranya menasihatiku seperti sudah sangat mahir
dengan permasalahan di dalam hubungan. Tak kurasa juga sebentar lagi
kita lulus dan akan melanjutkan hidup masing masing.
Tetapi jika Tuhan berkehendak pada kita. Kita akan tetap selalu bersama.
Pukul 20.00 suara motor berada di depan rumahku. Segera kubukakan
pintu dan ternyata Riyan berkunjung ke rumah malam hari. Aku bingung,
tak seperti biasanya Riyan datang ketika matahari menjadi bulan. Riyan
memarkirkan motornya di halaman. Dan kulihat jelas wajahnya penuh
senyuman.
“Hey..” sapanya
“Hey yan, ada apa? Tumben banget malem malem ke rumah..” tanyaku penuh keheranan
“Aku mau ajak kamu keluar, boleh?”
“Boleh aja sih, mau kemana?”
“Ehm ikut aku aja deh nanti kamu pasti juga bakalan tau. Nggak ada acara kan malem ini?”
“Ngga kok, bentar ya aku ganti baju dulu”
Setelah selesai. Aku ikut dengan Riyan. Entah ingin diajaknya kemana
malem ini. Aku hanya bisa menuruti kemauannya karena ia teman baikku.
Angin malam begitu dingin membuat bulu romaku berdiri. Riyan
memberhentikan motornya di sebuah taman yang cukup indah, penuh dengan
lampu warna warni dan terlihat begitu cantik. Riyan menggandeng tanganku
ke kursi di tengah taman tersebut.
“Yan kamu mau ngapain sih?”
“Coba kamu lihat ke atas sana…”
Kulihat ke atas penuh bintang yang bergemerlap
“..indah bukan bintang itu” lanjutnya.
Aku menoleh dan tersenyum padanya. Kulihat ke arah atas lagi. Bintang semakin banyak menghiasi langit.
“Sumpah bintangnya bagus banget, yan”
“Kamu senang kan aku ajak kamu kesini?”
“Iya aku seneng banget. Makasih ya, yan”
Tak ada jawaban yang Riyan ucapkan. Seketika suasana hening sekejap.
Riyan menaruh tangannya di belakang pundakku. Dirangkulnya aku dengan
tangannya. Aku terdiam merasakannya.
“Put, aku boleh jujur ngga tentang perasaanku?”
“Boleh yan, jujur aja”
“Sudah 5 tahun kita bersama kan, Put”
“Iya emang kenapa?”
“Tapi belakangan ini hal yang mungkin wajar pertama kali kurasakan tiba juga. Aku mencintaimu..”
Aku terdiam.
“Aku mencintaimu bukan karena apapun. Menurutku kamu memang wanita yang
sederhana, apa adanya, mengerti aku. Dan sampai sekarang tak ada
pertengkaran di antara kita..”
Aku masih terdiam.
“Kenapa kamu diam? Apa aku salah mencintaimu lebih dari seorang teman?
Bagiku kamu adalah wanita yang langka dicari pria untuk dijadikan
kekasihnya. Aku tahu kita sudah lama berteman, dan aku sadar mungkin
kamu tidak mempunyai perasaan yang sedang kurasakan saat ini. Maafkan
aku, Put. Aku mengkhianati persahabatan ini”
Aku mencoba menjawab
“Untuk apa kamu meminta maaf. Sedangkan kamu tak salah. Menyukai lawan
jenis itu wajar. Tak ada salahnya jika kamu mencintaiku. Di dalam
persahabatan pasti ada percintaan. Begitu juga antara kamu dan aku”
“Jadi wajarkah aku memelihara rasa ini padamu? Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga mencintaiku?”
“Wajar saja jika masih dalam batasannya. Aku? Bagaimana denganku?
Mungkin kamu tahu, aku belum bisa melupakan dia yang pernah melukai
hatiku. Jika aku paksakan cinta ini untukmu pasti akan berakhir dengan
perasaan kecewa. Aku tak mau membuat hubungan pertemanan ini yang begitu
indahnya menjadi suatu yang membuat antara kita menjadi terluka”
Kuakhiri kata kataku. Dari saat itulah Riyan dan aku berteman semakin
akrab. Seperti dua sejoli. Namun kita tidak bisa bersama. Riyan
mengerti perasaanku dan aku senang mendengarnya. Dan sampai saat ini tak
ada permasalahan menerjang karena kita menjalaninya dengan sifat yang
dewasa.
Cerpen Karangan: Feby Fitriyani Putri
Facebook: Feby Fitriyani Putri